Merancang Strategi Pembelian Berdasarkan Supply Positioning Model

Supply Positioning Model (SPM) adalah suatu model yang dikembangkan oleh Peter Kraljic untuk mengkategorikan barang dan jasa berdasarkan nilai pembelian (Value of Purchase) dan besar kecilnya resiko (Level of Risk). Tujuan dari pengkategorian ini adalah untuk menentukan strategi pembelian dari barang dan jasa tertentu.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengkategorian ini adalah durasi dan frekwensi pembelian.  Data yang dianalisa sebaiknya minimal mencerminkan periode selama 12 (duabelas) bulan sehingga nilai total pembeliannya cukup significant dan cukup menarik untuk para supplier.

Hal lain lagi yang tidak kalah penting adalah masalah penilaian resiko. Resiko yang harus dilihat dari 2(dua) sisi yaitu resiko internal yaitu resiko yang timbul akibat tidak tersedianya barang atau jasa tersebut dan resiko eksternal seperti tingkat ketergantungan kita terhadap supplier tsb dan juga masalah ketersediaan barang dan jasa pada saat kita butuhkan.

SPM ini juga dikenal sebagai Kraljic Matrix

kraljicmatrix

Ciri-ciri dari masing-masing kategori diatas adalah sbb

a. Routine Products

  • Nilai pembeliannya kecil
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb kecil
  • Jumlah itemnya sedikit
  • Jumlah suppliernya banyak
  • Terkadang menghabiskan waktu dalam proses pembeliannya

Contoh: alat tulis kantor

b. Bottleneck Products 

Dari sisi nilai pembelian, bottleneck items sedikit mirip dengan Routine Products tetapi yang membedakan adalah resiko akibat ketidaktersediaan barang tersebut dan tingginya ketergantungan kepada supplier tertentu.

Contoh: sparepart yang hanya tersedia dari satu supplier karena terkait hak patent pada peralatan tertentu

c.   Leverage Products

  • Nilai pembeliannya besar
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb besar
  • Jumlah suppliernya banyak

Contoh:  pembelian komputer untuk 500 orang karyawan

d. Critical Product

  • Nilai pembeliannya besar
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb besar
  • Jumlah suppliernya sedikit

Contoh: pembelian bahan bakar solar untuk perusahaan tambang yang punya 250 unit dump truck.

Contoh-contoh yang diberikan diatas sangat mungkin berbeda untuk setiap perusahaan. Jadi bisa jadi bahan bakar solar akan masuk kategori leverage products untuk perusahaan manufaktur karena nilai terbesar dan yang paling berisiko di perusahaan manufaktur tsb adalah bahan kimia tertentu.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana menerapkan strategi pembelian setelah kita mengkategorikan barang dan jasa di perusahaan kita? misalnya untuk Routine Products. Strategi apa yang tepat?

Untuk Routine Products strategi yang  bisa dipakai adalah sebagai berikut:

  1. Menganalisa apakah barang-barang tersebut bisa di kelompokan dalam satu kategori misalnya alat tulis kantor dan asesories komputer dibuat dalam satu kelompok
  2. Berdasarkan dari kelompok pembelian tersebut maka kita buatkan kontrak pembelian jangka waktu tertentu misalnya 12 bulan. Didalam kontrak ini, supplier menyediakan barang atau jasa sesuai dengan harga yang valid untuk 12 bulan dan akan mengirimkan barang atau jasa yang kita minta pada saat dibutuhkan dengan waktu pengiriman 2 hari kerja. Dengan membuat kontrak pembelian ini maka buyer tidak perlu melakukan tender setiap ada permintaan ATK dan asesories komputer.

Itulah salah satu contoh strategi yang bisa diterapkan berdasarkan SPM. Mudah-mudahan bermanfaat.

 

 

 

 

4 Kunci Menganalisa Pembelian

Untuk memaksimalkan fungsi pembelian maka diperlukan strategi pembelian yang tepat sasaran. Strategi pembelian dapat diformulasikan dengan menganalisa data pembelian. Data pembelian sumbernya dari database pembelian yang mencatat secara detail transaksi pembelian barang dan jasa yang kita lakukan. Minimal database pembelian mencatat hal-hal dibawah ini :

  1. Komoditi yang dibeli barang atau jasa
  2. Nama supplier atau kontraktor
  3. Detil deskripsi nama barang atau jasa yang dibeli
  4. Jumlah barang yang dibeli atau frekuensi jasa yang diperlukan
  5. Harga atau biaya
  6. Lokasi Pengiriman atau lokasi pengerjaan jasa
  7. Lama pengiriman atau durasi jasa yang diperlukan

Dari database yang kita punya maka ada 4 (empat) hal kunci yang dapat kita analisa

  1. Berapa pengeluaran kita untuk setiap barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu
  2. Berapa supplier atau kontraktor yang kita pakai?
  3. Apakah pembelian barang dan jasa tsb bisa disatukan ?
  4. Kapan kontrak yang berlaku sekarang berakhir?

Berdasarkan hasil analisa tersebut maka kita bisa memformulasikan strategi pembelian kita. Salah satu strategi pembelian yang pernah saya buat adalah membuat 80% item yang dibeli masuk dalam kontrak pembelian barang dan menyisakan 20% item yang dibeli masuk pembelian langsung atau direct purchase atau ada juga yang menyebut one off purchase. 

Dari strategi yang sudah di formulasikan dibuat target yang realistis. Targetnya adalah sebagai berikut

Tahun ke 1 : Rasio Kontrak Pembelian Barang dan Pembelian Langsung adalah 60:40
Tahun ke 2:  Rasio Kontrak Pembelian Barang dan Pembelian Langsung adalah 70:30
Tahun ke 3: Rasio Kontrak Pembelian Barang dan Pembelian Langsung adalah 80:20

Setelah tahun 3, targetnya adalah mempertahankan ratio 80-20 atau jika memungkinkan dibuat rasio 85:15 yang biasanya cukup menantang untuk dicapai.

Itulah salah satu contoh tahapan memformulasikan strategi pembelian secara sederhana dengan fokus pada 4 hal untuk dianalisa. Semoga bermanfaat.

Matematika untuk Purchasing

Matematika tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan sehari-hari dibagian pembelian. Hal yang paling sering dipakai adalah untuk membandingkan penawaran supplier satu dengan supplier yang lain.

Perbandingan penawaran dari supplier ada yang bersifat sederhana dan ada yang kompleks bahkan rumit.

Contoh perbandingan sederhana adalah sebagai berikut

  • Perbandingan penawaran pembelian sepatu safety.
  • Perbandingan penawaran jasa cetak kartu nama

Dalam perbandingan sederhana, variabel yang dibandingkan biasanya hanya satu saja yaitu harga. Harga supplier A, dibandingkan harga supplier B dan dibandingkan harga supplier C kemudian dipilih yang paling murah.

Dalam perbandingan yang lebih kompleks, khususnya untuk pembelian barang atau jasa yang masuk kategori high value dan high risk, kita akan menemui hubungan antara satu variable yang satu dengan yang lain baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang lebih kompleks. Dari segi pendekatan kuantitatif inilah matematika sangat berperan untuk melakukan analisa untuk membantu dalam mengambil keputusan yang lebih obyektif.

Proses analisa dalam matematika memudahkan menghitung perubahan-perubahan faktor kuantitatif, definisi dan asumsi juga dapat dirumuskan secara tegas dan yang paling penting penarikan kesimpulan dalam proses analisis lebih sistematis dan obyektif.

Total Cost of Ownership(TCO) adalah salah satu tools yang dipakai untuk mengambil keputusan dalam proses pembelian barang dan jasa. Model matematik yang dipakai yang dipakai beragam dari yang sederhana sampai yang kompleks.

Tahapan analisa dalam TCO, secara garis besar, adalah sebagai berikut:

  1. Menyusun konsep analisa
  2. Menetapkan model matematik untuk analisa
  3. Melakukan analisa dengan berbagai alternatif solusi
  4. Mengevaluasi hasil analisa dan melihat implikasi dari alternatif solusi yang ada

Itulah contoh pengunaan matematika sederhana dalam proses analisa TCO. Semoga bermanfaat.

 

 

Gimana sih Analisa Tender itu?

Salah satu proses yang penting dalam sebuah tender adalah bagaimana menganalisa proposal tender. Pada dasarnya ada 3 hal yang harus dianalisa:

  1. Aspek Teknis
  2. Aspek Hukum
  3. Aspek Komersil

Pada kesempatan ini saya akan membahas dari aspek komersil karena dari aspek teknis sudah pernah dibahas ditulisan saya sebelumnya yang berjudul  3 Kiat Mudah Mengevaluasi Tender dan dari aspek hukum baru saya singgung dasarnya saja ditulisan saya sebelumnya yang berjudul  Dasar-Dasar Hukum Kontrak

Dari aspek komersil, selain mengevaluasi kondisi keuangan vendor yang kita undang tender, yang terpenting adalah mengevaluasi proposal penawaran harga atau biaya yang ditawarkan vendor.

Pada umumnya bagian pembelian melihat 2 hal ini

  1. Penawaran yang terendah
  2. Jangka waktu pembayaran

Hal ini dapat dipahami karena tidak semua orang yang bekerja di bagian pembelian belajar best practice Purchasing & Supply. Ada sebagian yang memang belajar mengenai hal itu tapi ada sebagian yang lain learning by doing.

Jadi dari waktu ke waktu cara mengevaluasi tender tidak banyak berubah walaupun, entah sadar atau tidak disadari, biaya pembelian yang tidak efektif dan efisien mengurangi keuntungan perusahaan dan keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang. Di artikel saya Procurement Masak Gitu dibahas mengenai peran strategis dari bagian pembelian beserta contoh-contohnya.

Salah satu metode evaluasi tender yang cukup simple dan mudah diaplikasikan adalah dengan memakai pendekatan Total Cost of Ownership (TCO). Di Google sudah banyak ditulis definisi mengenai TCO dan disini saya coba sederhanakan sbb:

Pendekatan TCO menganalisa harga atau biaya secara menyeluruh dalam kurun waktu tertentu

Contoh aplikasi pendekatan TCO yang sering dipakai adalah untuk evaluasi pembelian asset atau peralatan yang dipakai selama kurun waktu tertentu misalnya 5 atau 10 tahun. Analisa dilakukan dengan melihat biaya akusisi, biaya operasional dan biaya disposalnya. Hasil analisa ini bisa juga dikaitkan dengan produktifitas dari asset atau peralatan yang dibeli.

Contoh aplikasi yang lebih sederhana adalah untuk mengevaluasi penawaran jasa selama kurun waktu tertentu misalnya 3 hari atau 3 bulan atau 3 tahun. Analisa dilakukan dengan melihat biaya langsung dan tidak langsung yang timbul kemudian dikaitkan dengan produktifitas dari penyedia jasa tersebut.

Analisa TCO memerlukan beberapa model matematika untuk membantu dalam proses analisa. Model matematika ini sifatnya customized alias harus dimodifikasi sesuai dengan obyek yang dianalisa.

 

 

Apakah kita perlu 4000 supplier?

Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan dengan jumlah supplier yang tercatat di database sekitar 4000 supplier dengan rata-rata pertambahan jumlah 200 supplier per tahun. Dari 4000 supplier yang tercatat hanya sekitar 1500 yang aktif atau sekitar 37% saja.

Dari sisi pembelian, jumlah item yang dibeli dalam setahun sekitar 22,500 item maka secara rata-rata setiap supplier mensupply 15 item per tahun atau sekitar 1 item per bulan.

Catatan: Figur diatas adalah berdasarkan perhitungan rata-rata, pada kenyataannya 80% item di supply oleh 20% supplier atau 18,000 item di supply oleh kurang dari 300 supplier saja.

Ada beberapa alasan kenapa kita menambah jumlah supplier

  1. Barang yang dibeli belum ada supplier yang mensupply
  2. Barang yang dibeli sudah ada supplier yang mensupply tetapi supplier tersebut tidak bagus kinerjanya atau harganya naik/mahal.
  3. Ada supplier yang menawarkan harga lebih murah atau spesifikasi lebih bagus
  4. Masalah cashflow sehingga perusahaan mencari supplier lain yang masih bisa dibayar dengan kredit 30/60/90 hari
  5. Titipan owner atau senior management

Apapun alasannya, bagian pembelian seharusnya menjadi filter untuk mengelola jumlah supplier yang terdaftar untuk mendukung operasional perusahaan. Dari waktu ke waktu harus ada kegiatan “bersih-bersih” database supplier. Untuk kegiatan bersih-bersih harus disepakati aturan mainnya misalnya sebagai berikut

  1. Prioritas  ke 1 untuk tetap disimpan dalam database adalah supplier OEM, supplier agen tunggal dan supplier politis ( titipan owner atau senior management)
  2. Prioritas ke 2 untuk tetap disimpan dalam database adalah supplier non OEM yang masih aktif bertransaksi 24 bulan terakhir
  3. Untuk supplier yang tidak ada transaksi dalam 24 terakhir dapat di non aktifkan artinya tidak masih disimpan dalam database tapi tidak bisa diundang tender

Keuntungan dari program bersih-bersih database supplier ini adalah untuk meningkatkan kekuatan negosiasi perusahaan dan keekonomisan pembelian ( bandingkan membeli 1000 item dari 100 supplier akan sangat berbeda dengan membeli 1000 item dari 10 supplier). Di samping itu akan lebih mudah mengelola 1000 supplier dibandingkan mengelola 4000 supplier.

Jadi jumlah supplier yang mendukung perusahaan kita perlu dikelola dengan baik dengan memperhatikan kebijakan perusahaan, kekuatan negosiasi dan keekonomisan nilai pembelian.

 

 

 

Terjebak Area Abu-Abu

Apakah Anda tahu berapa minimal vendor yang harus diundang tender? 3 atau 5 ?

Apakah Anda tahu bagaimana aturan negosiasi? negosiasi ke semua vendor atau ke yang harganya paling murah saja?

Apakah Anda tahu barang atau jasa apa saja yang bisa dibeli tanpa proses tender ?

Bagaimana kalau ada vendor titipan owner atau senior management ?

Siapa saja yang sebenarnya boleh beli barang atau jasa? semua karyawan atau bagian pembelian saja?

Ada banyak lagi pertanyaan yang muncul di aktivitas sehari-hari di bagian pembelian  yang kadang-kadang menjadi area abu-abu (gray area) walaupun dalam perusahaan tempat kita bekerja sudah mempunyai standar operating procedure (SOP).

Kenapa SOP saja tidak cukup?

Definisi SOP adalah sebagai berikut: SOP adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah-rendahnya.

Dari definisinya kita tahu bahwa SOP lebih mengatur kronologis atau urutan menyelesaikan sebuah pekerjaan. Pertama apa yang harus dilakukan, kedua apa yang harus dilakukan dan seterusnya sampai pekerjaan selesai. Sementara untuk menjalankan SOP tersebut diperlukan pedoman yang menjadi rangkaian konsep dan asas untuk menjalanakan SOP tsb atau biasa disebut kebijakan.

Definisi Kenijakan adalah sebagai berikut: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.

Kebijakan dalam pelaksanaannya harus selalu ditinjau dari waktu ke waktu untuk melihat apakah masih relevan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Case Study:  Bagaimana jika ada vendor titipan owner atau senior management?

Sesuai dengan kebijakan yang ditanda tangani tanggal 1 January 2017 maka pihak yang meminta harus mengisi formulir penunjukan langsung dan ditanda tangani oleh Direktur Utama. Jadi dengan kata lain otorisasi untuk menyetujui penunjukan langsung seorang vendor hanya ada di direktur utama untuk berapapun nilai pembeliannya.

Ditahun 2018, kebijakan tersebut ditinjau ulang dengan berbagai pertimbangan dan diubah sebagai berikut:

Otorisasi persetujuan penunjukan langsung direvisi menjadi :

  1. Nilai pembelian 0 – Rp 100 juta dapat di otorisasi oleh Manager Purchasing
  2. Nilai pembelian Rp 101 juta sampai Rp 250 juta dapat di otorisasi oleh GM Purchasing
  3. Nilai pembelian diatas Rp 251 juta dapat di otorisasi oleh Direktur Utama

Diatas hanyalah sebuah contoh dimana kebijakan harus selalu ditinjau ulang dari waktu ke waktu untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

Jadi kesimpulannya, bagi staf di bagian pembelian perlu bekerja berdasarkan kebijakan dan SOP agar tidak terjebak dalam area abu-abu.

 

 

 

Jangan Abaikan Kinerja Kontraktor

Sebuah kisah sedih di hari Senin. ( Percakapan antara manajer Operasional (MO) dan manajer Procurement (MP).

MO : Pengemudi bisnya terlambat lagi sehingga semua karyawan yang shift malam juga terlambat

MP: Kejadian ini sudah berulang kali. Saya akan panggil manajer PT ABC besok pagi ( telpon ditutup)

MP membuka kontrak Jasa Antar Jemput Karyawan. Jumlah bis untuk AJK ada 25 unit bis tapi sayangnya tidak ada standar penilaian unjuk kerja kontraktor sehingga agak sulit untuk mengelola kinerja mereka tanpa “tools” yang tertulis dan spesifik.

Key Performance Indicator atau Penilaian Unjuk Kerja (“PUK”) adalah tools yang mandatory harus ada didalam setiap kontrak.

Kenapa ?

Karena jika kita tidak punya PUK maka akan sulit untuk mengontrol kinerja kontraktor.

Dari contoh diatas karena tidak ada kriteria penilaian unjuk kerja kontraktor yang tertulis maka ketika kontraktor tidak memberikan pelayanan yang diminta kita tidak bisa menunjukkan secara tertulis standar kinerja yang diminta seperti apa. Jika kita menulis dan menetapkan standar kinerja maka setiap saat kita bisa menunjukkan apakah kontraktor tersebut bekerja sesuai standar, dibawah standar atau diatas standar.

PUK adalah tools yang bisa dipakai untuk mengontrol kontraktor kita sekaligus tanda bahwa kita memegang kendali atas kontraktor tersebut. Jika kita tidak memegang kendali operasional atas kontraktor tersebut maka akan sulit untuk mengatur kinerja operasional mereka. Jika kita tidak bisa mengatur kinerja operasional kontraktor maka operasional perusahaan kita terpapar akan resiko produksi, resiko K3L bahkan resiko keuangan.

Penilaian Unjuk Kerja Kontraktor pernah saya tulis dalam artikel berjudul Menilai Kinerja Supplier. Dalam artikel ini diulas secara ringkas kenapa kita perlu menilai kinerja supplier, apa saja yang dinilai dan kapan menilainya. Untuk belajar lebih lanjut mengenai menilai kinerja supplier bisa mengikuti worskhop yang diadakan penulis atau dari lembaga training lainya.

 

 

 

Procurement Masak Gitu

Anggapan bahwa bagian pembelian sama dengan bagian admin tampaknya masih belum bisa lepas dari pikiran para senior management dan pemilik bisnis.  Yang lebih parah lagi, bagian pembelian ini , dianggap, tugas utamanya adalah sebagai tukang tawar saja ( cost reducer)

Yang sesungguhnya, terlepas sadar atau tidak sadar,  proses pembelian erat kaitannya dengan trilogi Cost-Time-Quality tapi tetap saja yang selalu dituntut dari bagian pembelian adalah Cost Reduction dan (secara sadar) mengabaikan Quality dan Time.

Dari data yang saya punya, bagian pembelian memiliki peran yang sangat penting dalam perusahaan. Beberapa data dibawah ini menunjukkan kesalahan yang dilakukan bagian pembelian memiliki dampak yang fatal bagi perusahaan.

Tahun 2006 Dell, Apple, Lenovo, Toshiba Gate-way dan Fujitsu menarik sekitar 10 juta komputer laptop yang berisi baterai Sony setelah ditemukan terbakar.

Tahun 2010 Toyota menarik lebih dari 8 juta mobil secara global karena kesalahan desain dan manufaktur dalam sistem pengereman mobil mereka

Tahun 2013 Primark, peritel pakaian terkenal, mengalami serangan terhadap reputasinya karena tuduhan kehilangan kendali atas proses procurement di India. Penyidik ​​menemukan penggunaan pekerja anak dalam pembuatan pakaiannya.

Point yang mau saya sampaikan jika dampak pekerjaan dari bagian pembelian itu memiliki dampak yang penting artinya pekerjaan di bagian pembelian itu bukan sekedar administrasi saja

Disisi lain, data juga menunjukan prestasi yang dicapai oleh bagian pembelian memiliki dampak sangat positif bagi perusahaan

GlaxoSmithKline (GSK) – sebuah perusahaan kesehatan global yang membeli 8,16 miliar Poundsterling dalam barang, layanan dan perlengkapan setiap tahunnya. GSK mencapai penghematan 12-20% melalui proses pengadaan

Hewlett-Packard (HP) – perusahaan teknologi informasi dari Amerika. HP mengelola lebih dari $ 7 miliar pengeluaran setiap tahunnya.HP mencapai penghematan biaya material sebesar $ 128 juta dari proses pengadaan

Rio Tinto-grup pertambangan internasional terkemuka. Profil pengeluaran Rio Tinto adalah US $ 12 miliar per tahun. Rio Tinto Iron Ore Mine telah mengurangi jumlah pengeluaran untuk Kontraktor di Pilbara, WA, sebesar AUD 70 juta dan Konsultan senilai AUD 33 juta.

Contoh-contoh diatas menunjukkan peran strategis dari bagian pembelian yang tentu saja tidak dapat dicapai dengan fokus pada aspek Cost saja dan mengabaikan aspek yang lain yaitu Quality dan Time.

Mendefinisikan Supplier Yang Baik

Menyambung tulisan saya sebelumnya tentang memilih supplier. Saat ini saya mau sharing tentang bagaimana cara mendefiniskan supplier yang baik atau bahasa kerennya a good supplier. Mendefinisikan a good supplier tentunya berbeda dengan cara mendefisikan a good husband atau a good wife.

Sejujurnya membuat definisi a good supplier yang bisa diterima oleh semua orang agak sulit karena setiap orang punya kriteria masing-masing tetapi kriteria dasarnya adalah 5R ( right price, right time, right place, right quantity dan right quality). Jadi jika dibuat kriterianya kurang lebih adalah sebagai berikut :

  1. Menawarkan harga yang kompetitif
  2. Jadwal pengiriman yang tepat waktu
  3. Kualitas barang atau jasa yang konsisten
  4. Jaminan purna jual yang baik termasuk technical support yang dapat diandalkan
  5. Responsif dan komunikatif
  6. Mempunyai keuangan yang sehat
  7. dll

Sumber lain memakai kriteria yang lebih kompleks yang dikenal dengan nama 7C (Competency, Capacity, Commitment, Control, Cash, Cost, Consistency).

Namun apapun kriteria yang dipakai ada yang yang lebih penting dan perlu dilihat dari sudut pandang supplier.

Jika buyer mulai mendefinisikan a good supplier, saya pikir sah-sah saja bila supplier juga mendefinisikan a good customer.

Kenapa?

Pandangan bahwa pembeli adalah raja tampaknya mulai agak bergeser di jaman now ini. Begitu juga gelar favourite customer  adalah untuk pembeli yang selalu membayar tepat waktu juga mulai bergeser karena antara pembeli dan penjual sekarang mulai berkolaborasi untuk mengembangkan hubungan jangka panjang yang menguntungkan kedua belah pihak.

Hubungan jangka panjang ini memiliki berbagai label mulai dari simbiosis mutualisme atau kerjasama yang saling menguntungkan, sinergi, kolaborasi, partnership dll.

Singkat kata hubungan “2+2 =5” dapat terwujud dimana masing-masing pihak mendapatkan keuntungan yang lebih dari sekedar keuntungan $$$ saja.

#dothebasicright

 

 

 

Jebakan Gerakan Penurunan Biaya

Konsep tradisional  pembelian adalah untuk mendapatkan barang atau jasa yang tepat, dalam jumlah yang tepat, untuk dikirim pada waktu yang tepat dan ke tempat yang tepat, dibeli dari sumber yang tepat dan dengan harga yang tepat. Konsep ini sudah lama berevolusi, bahkan sebelum Perang Dunia ke 2. Namun pada kenyataanya masih ada perusahaan yang memakai konsep tersebut, walaupun sudah ada beberapa perusahaan yang sedang dalam tahap berevolusi ke konsep pembelian yang strategis, terintegrasi dan sesuai jaman now.

Tuntutan dan tekanan untuk menurunkan biaya menyebabkan orang lupa akan korelasi dari Harga – Waktu – Kualitas

Triangle Cost Time Quality

Ketika biaya diturunkan maka akan berkorelasi dengan bertambahnya waktu produksi atau pengiriman barang; atau menurunkan kualitas

Sebaliknya ketika kita memerlukan barang atau jasa dengan kualitas yang baik maka akan berkorelasi dengan harga atau biaya yang lebih tinggi dibandingkan kalau kita membeli barang atau jasa yang kualitasnya biasa-biasa saja.

Jadi untuk terhindar dari jebakan penurunan harga maka kita perlu berpikir strategis dan kreatif karena ada banyak usaha-usaha yang bisa dilakukan untuk mendapat  value for money dari barang atau jasa yang kita beli.

Value for money ini perlu diusahakan dengan konsisten karena perlu waktu untuk terlihat hasilnya. Beberapa ide untuk mendapatkan value for money dari barang dan jasa yang kita beli adalah sebagai berikut:

  1. Menginterasikan strategi pembelian ke strategi bisnis
  2. Mengembangkan hubungan yang mempunyai nilai tambah dengan pemasok
  3. Menerapkan  proses seleksi pemasok yang ketat
  4. Bekerjasama dengan  tim lintas fungsional dalam proses seleksi pemasok
  5. Memanfaatkan pemasok sebagai konsultan

dan masih banyak cara lagi yang bisa dilakukan agar kita tidak terjebak dalam gerakan penurunan harga.