Don’t Hire Resume

Don't Hire Resume.001

Brigette Hyacinth, penulis buku The Future of Leadership, pernah menulis sebuah artikel tentang pengalaman dia dalam merekrut orang. Dia merekrut orang yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan yang diminta, namun memiliki rekam jejak yang baik dan memiliki passion akan pekerjaan tsb. Singkat kata, dia memilih kandidat ini dibandingkan kandidat lain yang hanya membanggakan  kualifikasi pendidikan dia dll. Pada akhirnya terbukti kandidat ini terbukti mampu bekerja dengan baik.

Di akhir artikelnya, dia menulis :

Don’t hire a resume, Hire a real person! 

Saya cenderung setuju dengan mbak Hyacinth ini karena pada akhirnya bukan ijasah atau sertifikat yang menentukan apakah kita bisa Get Things Done atau mrantasi gawean ( bahasa Jawa) dan berkontribusi pada perusahaan TETAPI passionskill, dan kerja keras kitalah yang menentukan.

Ijasah dan sertifikat memang penting tetapi yang lebih penting menguasai skill tertentu yang bisa menjadi nilai jual dan modal dasar untuk dapat berkontribusi pada perusahaan. Memiliki ijasah dan sertifikat akan membuat resume kita menarik tetapi tidak menjamin kita berhasil dalam test dan interview dimana akan terlihat track record, achievement & contribution kita

Basic Skill atau ketrampilan-ketrampilan dasar di bidang Purchasing & Supply/Procurement bisa didapat melalui pekerjaan kita sehari-hari atau melalui workshop/lokakarya yang benar-benar melatih Anda untuk menguasai ketrampilan baru dan tidak sekedar memberi informasi dan pengetahuan baru saja.

Kesimpulannya sangat penting untuk meningkatkan ketrampilan Anda dan bukan sekedar mengkoleksi sertifikat.

 

Tidak Sekedar Cost Saving

Cost Saving .001

“Cobalah dinego dulu, paling enggak harganya bisa turun 5% “

“Bisa nggak kita dapat cost saving 10%?”

“Berapa cost savingnya?”

Pertanyaan diatas adalah beberapa contoh kalimat tuntutan atau harapan dari end user atau senior management terhadap bagian Procurement.

Hal itu pulalah yang menjadi “jualan” bagian Procurement sehingga pencapaian, kontribusi, laporan atau apapun itu dari bagian ini selalu menampilkan pencapaian $$$ ( baca : cost $aving)

Jadi hampir bisa dikatakan Procurement = Cost Saving


Benarkah kontribusi yang bisa diberikan oleh bagian Procurement hanya cost saving saja?

Menurut mahasiswa MBA di Universitas Birmingham di Inggris menyimpulkan ada 8 area besar dimana bagian Procurement bisa berkontribusi. Dari 8 bagian tersebut cost saving hanya 1 area atau 12.5% saja kontribusinya atau dengan kata lain ada 87.5% kontribusi yang bisa diberikan bagian Procurement selain cost saving.

  1. Mengurangi Biaya dari Pihak Ketiga (Cost Saving)

Hal ini, seringkali, dianggap menjadi inti pekerjaan bagian Procurement. Strategi yang biasa dilakukan untuk mengurangi cost adalah

a. Negosiasi harga dengan supplier

b. Merevisi spesifikasi sehingga biaya pembelian berkurang

c. Meningkatkan volume pembelian sehingga unit cost berkurang

2.  Berkontribusi pada peningkatan pendapatan (revenue)

Bagian Procurement dapat berkontribusi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dengan cara meningkatkan kualitas produk dari supplier sehingga meningkatan penjualan.

3. Mengoptimalkan aset, uang kas dan modal kerja

Bagian Procurement dapat bekerjasama dengan bagian produksi dan kontraktor untuk mengoptimalkan peralatan produksi. Jadi daripada membeli alat baru atau menyewa alat tambahan, usaha bersama dengan bagian produksi untuk meningkatan produktivitas peralatan dapat dilakukan sehingga biaya produksi turun.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menegosiakan pembayaran ke supplier lebih cepat dengan diskon tertentu misalnya diskon 2% untuk pembayaran yang dipercepat menjadi 10 hari.

4. Melakukan pengembangan dan inovasi bersama supplier 

Pendapatan perusahaan dapat dicapai dengan melakukan usaha perbaikan (improvement) dan inovasi bersama supplier. Hasil perbaikan dan inovasi bersama supplier ini dapat meningkatkan laba perusahaan karena menghasilkan barang/jasa yang lebih baik dengan biaya produksi yang lebih rendah atau sama.

5. Efisiensi dan Efektifitas Proses Pembelian 

Efisiensi dan efektifitas proses pembelian dapat berkontribusi pada peningkatan laba perusahaan melalui berkurangnya biaya logistik dan inventori.

6. Mengurangi resiko perusahaan 

Melalui pengelolan pembelian dan supplier ( supplier management) maka resiko akan keterlambatan pasokan, kerusakan barang dan ketidaktersediaan pasokan yang dapat dihindari sehingga tidak menimbulkan kerugian yang mengurangi laba perusahaan.

7. Mengamankan bahan baku yang langka

Setiap perusahaan memiliki bahan baku yang critical untuk operasional atau produksinya. Bagian procurement bertugas memastikan bahan baku tersebut selalu tersedia dengan cara membeli langsung dari dari sumbernya dan membuat kontrak jangka panjang  dengan supplier tersebut. Kerugian perusahaan akan sangat besar apabila bahan baku langka tersebut tidak tersedia dan perlu biaya yang lebih besar untuk mengadakannya.

8. Meningkat motivasi karyawan

Masalah mempertahanan karyawan adalah masalah nyata yang dihadapi sebuah perusahaan dan kadang kala hal-hal kecil yang terakumulasi bisa menjadi pemicu karyawan pindah ke perusahaan lain misalnya terkait masalah booking hotel dan pesawat untuk perjalanan dinas yang menyusahkan karyawan karena bagian Procurement tidak bisa membuat system dengan travel agent yang baik atau masalah IT support yang buruk dari kontraktor IT.

Hal-hal diatas tampaknya sepele tetapi bisa menjadi faktor pemicu untuk pindah perusahaan. Saya punya teman yang alasan pengunduran dirinya adalah karena perusahaan lamanya melakukan cost saving dengan membeli tiket dari perusahaan penerbangan yang low budget.

Kesimpulan saya, ada banyak hal selain cost saving langsung yang bisa dikontribusikan oleh bagian Procurement. Namun bagian procurement tidak bisa bekerja sendiri. Perlu dukungan dari Management dan bagian lain untuk bisa memberikan kontribusi yang maksimal.

 

 

 

 

Teknologi dalam Procurement

Technology In Procurement.001

Procure to pay, blockchain, e-procurement, artificial intelligent, machine learning, e-auctions , IoT, dan spend analytic adalah beberapa kosa kata yang sering dikaitkan dengan teknologi di procurement.

Untuk menerapkan teknologi di procurement sebuah perusahaan, biasanya, sudah melewati beberapa fase mulai dari proses pembelian manual dengan kertas sampai penerapan e-procurement seperti ilustrasi di bawah ini

Screen Shot 2018-09-20 at 19.20.04

Di beberapa perusahan kecepatan perubahan penerapan teknologi di procurement berjalan begitu cepat; tetapi di perusahaan lain perubahan berjalan lambat bahkan nyaris tidak ada perubahan.

Saya tidak punya data yang pasti ada berapa % perusahaan ini Indonesia yang masih melakukan proses pembelian secara manual, berapa % yang sudah mengunakan ERP, berapa % yang sudah mengunakan e-procurement dsb. Perkiraan saya mayoritas sudah mengunakan ERP, hanya sebagian kecil yang sudah mengunakan e-procurement tetapi masih ada yang memproses secara manual.

Terlepas dari prosentase diatas dan terlepas berapa banyak feature di ERP atau platform apapun itu yang benar-benar dipakai dalam proses procurement ada skills penting dalam proses procurement yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.

Skills apa itu?

  1. Problem Solving Skills – kemampuan untuk mengambil inisiatif dan tidak menunggu diberitahu apa yang harus dilakukan
  2. Communication & Interpersonal Skills – kemampuan untuk berkomunikasi, berhubungan dengan orang lain, memiliki fleksibilitas, memiliki EQ yang tinggi dan  akal sehat
  3. Learning Skills – kemampuan untuk belajar hal-hal baru, memiliki kreatifitas dan kemauan untuk terus belajar sepanjang waktu

3 skills tersebut tidak dapat digantikan dengan teknologi apapun bahkan penerapan teknologi dalam procurement tidak akan banyak bermanfaat tanpa ketiga skills tersebut.

Memaksimalkan Kunjungan ke Supplier

Supplier Visit.001

Teliti Sebelum Membeli

Motto ini yang sebenarnya menjadi dasar perlunya ada kunjungan ke pabrik,  workshop, fasilitas atau lokasi kerja supplier sebagai bagian dari proses pemilihan supplier.

Bagian menyenangkan dari kunjungan supplier ini adalah jalan-jalan dan wisata kulinernya. Apalagi kalau lokasinya di luar kota yang belum pernah kita kunjungi TETAPI bagian terpentingnya adalah bagaimana kita bisa memaksimalkan kunjungan ke supplier ini

Pertama: Bagaimana cara menentukan supplier mana yang dikunjungi dan mana yang tidak perlu.

Dasar penentuannya adalah dari sisi Resiko dan Dampak Finansialnya. Supplier yang menyediakan barang atau jasa yang sangat penting buat perusahaan dapat dikategorikan memiliki resiko tinggi jika barang atau jasa tersebut tidak tersedia; dan supplier yang bisa menyebabkan kerugian finansial yang sangat besar bila barang atau jasa yang disediakan terlambat atau bahkan tidak ada dapat dikategorikan memilik dampak finansial yang tinggi. Supplier dengan ciri-ciri seperti ini sebaiknya dikunjungi.

Untuk mempermudah keputusan, Anda bisa mengacu ke Kraljic Matrix. Supplier yang menyediakan strategic items sebaiknya dikunjungi sedangkan yang menyediakan leverage dan bottleneck items perlu dilihat case by case apakah perlu dikunjungi atau tidak sedangkan supplier yang menyediakan non critical items tampaknya tidak perlu dikunjungi.

Kedua : Apa tujuan dari kunjungan ke supplier ini?

Tujuan umum dari kunjungan ke supplier adalah untuk melihat apakah supplier tersebut mampu memenuhi kebutuhan perusahaan kita. Yang perlu dibuat adalah menentukan tujuan khusus dari kunjungan tersebut.  Tujuan khusus ini perlu di tetapkan dan disusun secara detail sebelum hari H kunjungan karena tanpa tujuan khusus ini maka kunjungan ini sifatnya hanya formalitas dan networking saja. Pada hakikatnya tujuan khusus ini akan fokus pada kualitas, keahlian dan kesesuaian dari apa yang ditawarkan supplier dengan kebutuhan kita.

Ketiga: Siapa yang harus berangkat untuk kunjungan supplier ini?

Idealnya tim kecil yang terdiri dari minimal 1 end user dan 1 staff dari Procurement  yang benar-benar mengerti kebutuhan dari perusahaan kita. Hindari kunjungan ke supplier yang hanya dihadiri oleh direksi saja tanpa didampingi oleh tim kecil karena jika hanya direksi saja yang datang maka kecenderungannya hanya akan bertemu dengan direksi juga dan akan melihat-lihat fasilitas saja tanpa melakukan assesment yang detail sesuai dengan tujuan khusus yang ditetapkan.

Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah membuat laporan kunjungan. Laporan kunjungan harus dibuat terstruktur dan mengambarkan aspek sumber daya manusia, aspek peralatan kerja dan metode kerja ( man, machine and method) bukan sekedar foto-foto saja, apalagi foto selfie dan foto makanan waktu kuliner.

Ketrampilan Wajib Untuk Praktisi Procurement

Skills For Procurement .001Jajaran manajemen perlahan-lahan sudah mulai menyadari bahwa hasil kerja bagian Procurement memiliki korelasi langsung dengan keuntungan perusahaan. Hal ini adalah berita baik buat para praktisi Procurement sekaligus kepercayaan dan menjadi tantangan tersendiri.

Salah satu tantangan terberat buat praktisi procurement adalah tidak ada satu pendekatan yang bisa dipakai untuk mengurangi biaya berbagai komoditas barang dan jasa yang berbeda. Dengan kata lain tidak ada satu obat yang bisa dipakai menyembuhkan semua penyakit. Pendekatan A yang berhasil untuk pembelian komoditas A seringkali tidak cocok dipakai untuk pembelian komoditas yang lain.

Contohnya:

Pendekatan cost saving untuk pembelian bahan bakar adalah dengan menaikan volume pembelian dan memperpanjang durasi kontrak. Pendekatan ini tidak cocok dipakai untuk pembelian spare part yang lebih cocok dengan cara fokus pada value analysis dan non cost value

Lebih jauh lagi, pendekatan yang berhasil di perusahan ABC untuk category barang yang sama belum tentu berhasil jika diterapkan di perusahaan XYZ.

Kondisi ini memaksa para praktisi Procurement untuk menjadi lifetime learner atau pembelajar seumur hidup. Para praktisi Procurement dituntut untuk mau terus belajar dan meningkatkan skillnya.

Di era internet ini, pengetahuan baru hanya sejauh click saja. Hal-hal baru di dunia procurement dapat dengan mudah ditemukan di internet baik dalam bentuk artikel, buku, podcast sampai video sehingga memudahkan bagi para praktisi Procurement untuk belajar pengetahuan baru.

Tantangannya adalah bagaimana mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam dunia kerja yang nyata.  Informasi dan pengetahuan bisa didapat dengan bertanya pada Google sehingga dapat diketahui apa, kenapa  dan konsep dari sutau hal tertentu tetapi skill perlu dipelajari dan dilatih.

Misalnya:

Informasi mengenai penilaian unjuk kerja vendor dapat dilihat di internet definisinya, apa pentingnya, teori untuk penerapannya tetapi cara membuat penilaian unjuk kerja vendor adalah sebuah skill yang perlu dipelajari dan dilatih.

Skill yang sudah dikuasai adalah sesuatu yang berharga. Ibarat pisau, skill yang tajam dapat dipakai untuk memotong apel, mangga dan pepaya. Dalam konteks pembuatan penilaian unjuk kerja vendor, skill yang tajam dapat dipakai untuk membuat penilaian unjuk kerja vendor komoditas A, komoditas B dsb.

Procurement yang Baik dan Benar

Melakukan proses pembelian  dengan baik dan benar adalah sebuah harapan yang tidak muluk-muluk namun sangat menantang untuk dilakukan terutama untuk Anda yang berprofesi di bidang Procurement.

Kenapa sangat menantang? karena ada beberapa kondisi yang tidak baik dan benar, namun karena dari sononya sudah begitu maka hal tersebut dianggap sudah biasa.

Kondisi apa saja itu?

(1) Scope of Work atau Spesifikasi yang tidak detil. Hal ini  dapat menyebabkan masalah pada saat tender proses dan pada saat pelaksanaan pekerjaan atau pengiriman barang. Para peserta tender/vendor akan sulit memberikan harga yang terbaik jika scope of work atau spesifikasinya terlalu singkat dan umum. Para vendor akan cenderung bermain aman supaya tidak rugi.

Masalah lain yang muncul adalah pada saat pelaksanaan kontrak atau pengiriman barang akan berpotensi muncul banyak kejutan mulai dari tambahan biaya, ketidakjelasan tanggung jawab masing-masing pihak yang berujung pada perselisihan sampai kegagalan pekerjaan.

(2) Proses procurement yang dilakukan tanpa strategi sehingga akhirnya menjadi  proses administrasi semata dan cenderung bersifat reaktif. Proses ini seharusnya dilakukan dengan strategi yang lahir dari data dan analisa sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik dan berdampak pada naiknya keuntungan perusahaan karena biaya pembelian bahan baku produksi  yang lebih rendah, adanya jaminan pasokan untuk produksi, dan ketepatan pengiriman barang.

(3) Tidak adanya kebijakan pembelian dan prosedur pembelian yang baku sehingga proses pembelian dilakukan berdasarkan kebiasan turun temurun tanpa pernah ditinjau ulang apakah proses tersebut efektif dan efisien

Kondisi diatas disebabkan oleh beberapa hal dan salah satu sebabnya adalah pengetahuan dari praktisi procurement itu sendiri.  Mayoritas praktisi dalam bidang ini bekerja berdasarkan learning by doing. Idealnya mereka juga perlu belajar hal-hal yang fundamental dari proses procurement yang utuh sehingga memiliki dasar pengetahuan untuk melakukan pekerjaannya.

Berbekal pengetahuan yang dasar ini  barulah mereka  bisa membuat sebuah perubahan dan kontribusi buat perusahaannya. Oleh karena itu sudah sewajarnya mereka mengikuti program pengembangan diri yang terencana apalagi hasil kerja para praktisi Procurement ini memiliki hubungan langsung dengan untung atau ruginya sebuah perusahaan.

 

 

 

 

 

 

 

Memetakan Peran Procurement

Perekonomian sebuah negara dibagi menjadi 3 sektor utama yaitu

  1. Sektor Primer
  2. Sektor Sekunder
  3. Sektor Jasa

sectors-of-the-indian-economy-1-3-638

Sektor Primer mengacu pada perusahaan yang usahanya mengambil material langsung dari bumi misalnya tambang, pengeboran, pertanian, perikanan dlll

Sektor Sekunder mengacu pada perusahaan yang memproduksi atau memproses bahan mentah menjadi sebuah produk jadi misalnya pabrik mobil, perusahaan konstruksi, pabrik mesin, perusahaan FMCG dll

Sektor Jasa mengacu pada perusahaan yang menyediakan berbagai macam jasa untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi misalnya perbankan, perusahaan logistic, perusahaan pemasaran, perusahan IT service, retail, pendidikan, training, periklanan, pariwisata dll

Perusahaan di sektor primer jumlahnya lebih sedikit dan biasanya adalah perusahaan besar sebut saja seperti Freeport, Newmont, Vale Inco, Pertamina, Exxon, Indika Energy, Kaltim Prima Coal, British Petroleum dll, sedangkan perusahan di sektor sekunder lebih banyak lagi dan biasanya adalah tidak sebesar perusahaan di sektor primer seperti Toyota, Unilever, Wings, Wijaya Karya, Adhi Karya, Dahana dll, sementara perusahaan yang menyediakan sektor jasa ada banyak sekali ( bisa menyebutkan sendiri kan?)

Jadi seorang staf procurement di sektor primer, sektor sekunder dan sektor jasa pada umumya rentang gajinya berbeda karena tingkat kesulitan pekerjaan, nilai transaksi dan tanggung jawabnya berbeda juga tetapi yang dituntut biasanya sama yaitu mengurangi biaya produksi dan mempercepat lead time.

Namun walaupun yang dituntut sama tetapi strategi di setiap industri berbeda. Beberapa contoh strategi perusahaan yang sangat terkait dengan peran bagian Procurement adalah di tahun 1981 IBM memutuskan untuk fokus pada bisnis inti mereka yaitu design dan memproduksi IT sistem sedangkan produksi operating softwarenya di outsource ke Microsoft. Contoh lain adalah IKEA. Untuk mengurangi biaya produksinya, IKEA membentuk 30 kantor pembelian di berbagai negara dengan tujuan untuk mengefektifkan biaya logistik dan mengurangi biaya inventorynya.

Jadi poin penting dari tulisan saya ini, pertama kita harus paham kita ada di industri apa, kita harus paham setiap industri punya strategi sendiri untuk bisa bertahan dan adaptasi dengan perubahan dan yang ketiga Anda harus mau terus belajar dan berinvestasi pengetahuan dan ketrampilan

Kenapa harus terus belajar dan berinvestasi ? Charles Darwin pernah menulis sbb:

It is not the strongest of the species that survives, nor the most intelligent that survives. It is the one that is the most adaptable to change

Satu-satunya cara kita bisa beradaptasi dengan perubahan jika kita mau terus belajar

Merancang Strategi Pembelian Berdasarkan Supply Positioning Model

Supply Positioning Model (SPM) adalah suatu model yang dikembangkan oleh Peter Kraljic untuk mengkategorikan barang dan jasa berdasarkan nilai pembelian (Value of Purchase) dan besar kecilnya resiko (Level of Risk). Tujuan dari pengkategorian ini adalah untuk menentukan strategi pembelian dari barang dan jasa tertentu.

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengkategorian ini adalah durasi dan frekwensi pembelian.  Data yang dianalisa sebaiknya minimal mencerminkan periode selama 12 (duabelas) bulan sehingga nilai total pembeliannya cukup significant dan cukup menarik untuk para supplier.

Hal lain lagi yang tidak kalah penting adalah masalah penilaian resiko. Resiko yang harus dilihat dari 2(dua) sisi yaitu resiko internal yaitu resiko yang timbul akibat tidak tersedianya barang atau jasa tersebut dan resiko eksternal seperti tingkat ketergantungan kita terhadap supplier tsb dan juga masalah ketersediaan barang dan jasa pada saat kita butuhkan.

SPM ini juga dikenal sebagai Kraljic Matrix

kraljicmatrix

Ciri-ciri dari masing-masing kategori diatas adalah sbb

a. Routine Products

  • Nilai pembeliannya kecil
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb kecil
  • Jumlah itemnya sedikit
  • Jumlah suppliernya banyak
  • Terkadang menghabiskan waktu dalam proses pembeliannya

Contoh: alat tulis kantor

b. Bottleneck Products 

Dari sisi nilai pembelian, bottleneck items sedikit mirip dengan Routine Products tetapi yang membedakan adalah resiko akibat ketidaktersediaan barang tersebut dan tingginya ketergantungan kepada supplier tertentu.

Contoh: sparepart yang hanya tersedia dari satu supplier karena terkait hak patent pada peralatan tertentu

c.   Leverage Products

  • Nilai pembeliannya besar
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb besar
  • Jumlah suppliernya banyak

Contoh:  pembelian komputer untuk 500 orang karyawan

d. Critical Product

  • Nilai pembeliannya besar
  • Resiko akibat ketidaktersediaan barang dan jasa tsb besar
  • Jumlah suppliernya sedikit

Contoh: pembelian bahan bakar solar untuk perusahaan tambang yang punya 250 unit dump truck.

Contoh-contoh yang diberikan diatas sangat mungkin berbeda untuk setiap perusahaan. Jadi bisa jadi bahan bakar solar akan masuk kategori leverage products untuk perusahaan manufaktur karena nilai terbesar dan yang paling berisiko di perusahaan manufaktur tsb adalah bahan kimia tertentu.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana menerapkan strategi pembelian setelah kita mengkategorikan barang dan jasa di perusahaan kita? misalnya untuk Routine Products. Strategi apa yang tepat?

Untuk Routine Products strategi yang  bisa dipakai adalah sebagai berikut:

  1. Menganalisa apakah barang-barang tersebut bisa di kelompokan dalam satu kategori misalnya alat tulis kantor dan asesories komputer dibuat dalam satu kelompok
  2. Berdasarkan dari kelompok pembelian tersebut maka kita buatkan kontrak pembelian jangka waktu tertentu misalnya 12 bulan. Didalam kontrak ini, supplier menyediakan barang atau jasa sesuai dengan harga yang valid untuk 12 bulan dan akan mengirimkan barang atau jasa yang kita minta pada saat dibutuhkan dengan waktu pengiriman 2 hari kerja. Dengan membuat kontrak pembelian ini maka buyer tidak perlu melakukan tender setiap ada permintaan ATK dan asesories komputer.

Itulah salah satu contoh strategi yang bisa diterapkan berdasarkan SPM. Mudah-mudahan bermanfaat.

 

 

 

 

Gimana sih Analisa Tender itu?

Salah satu proses yang penting dalam sebuah tender adalah bagaimana menganalisa proposal tender. Pada dasarnya ada 3 hal yang harus dianalisa:

  1. Aspek Teknis
  2. Aspek Hukum
  3. Aspek Komersil

Pada kesempatan ini saya akan membahas dari aspek komersil karena dari aspek teknis sudah pernah dibahas ditulisan saya sebelumnya yang berjudul  3 Kiat Mudah Mengevaluasi Tender dan dari aspek hukum baru saya singgung dasarnya saja ditulisan saya sebelumnya yang berjudul  Dasar-Dasar Hukum Kontrak

Dari aspek komersil, selain mengevaluasi kondisi keuangan vendor yang kita undang tender, yang terpenting adalah mengevaluasi proposal penawaran harga atau biaya yang ditawarkan vendor.

Pada umumnya bagian pembelian melihat 2 hal ini

  1. Penawaran yang terendah
  2. Jangka waktu pembayaran

Hal ini dapat dipahami karena tidak semua orang yang bekerja di bagian pembelian belajar best practice Purchasing & Supply. Ada sebagian yang memang belajar mengenai hal itu tapi ada sebagian yang lain learning by doing.

Jadi dari waktu ke waktu cara mengevaluasi tender tidak banyak berubah walaupun, entah sadar atau tidak disadari, biaya pembelian yang tidak efektif dan efisien mengurangi keuntungan perusahaan dan keberlangsungan perusahaan untuk jangka panjang. Di artikel saya Procurement Masak Gitu dibahas mengenai peran strategis dari bagian pembelian beserta contoh-contohnya.

Salah satu metode evaluasi tender yang cukup simple dan mudah diaplikasikan adalah dengan memakai pendekatan Total Cost of Ownership (TCO). Di Google sudah banyak ditulis definisi mengenai TCO dan disini saya coba sederhanakan sbb:

Pendekatan TCO menganalisa harga atau biaya secara menyeluruh dalam kurun waktu tertentu

Contoh aplikasi pendekatan TCO yang sering dipakai adalah untuk evaluasi pembelian asset atau peralatan yang dipakai selama kurun waktu tertentu misalnya 5 atau 10 tahun. Analisa dilakukan dengan melihat biaya akusisi, biaya operasional dan biaya disposalnya. Hasil analisa ini bisa juga dikaitkan dengan produktifitas dari asset atau peralatan yang dibeli.

Contoh aplikasi yang lebih sederhana adalah untuk mengevaluasi penawaran jasa selama kurun waktu tertentu misalnya 3 hari atau 3 bulan atau 3 tahun. Analisa dilakukan dengan melihat biaya langsung dan tidak langsung yang timbul kemudian dikaitkan dengan produktifitas dari penyedia jasa tersebut.

Analisa TCO memerlukan beberapa model matematika untuk membantu dalam proses analisa. Model matematika ini sifatnya customized alias harus dimodifikasi sesuai dengan obyek yang dianalisa.

 

 

Apakah kita perlu 4000 supplier?

Saya pernah bekerja di sebuah perusahaan dengan jumlah supplier yang tercatat di database sekitar 4000 supplier dengan rata-rata pertambahan jumlah 200 supplier per tahun. Dari 4000 supplier yang tercatat hanya sekitar 1500 yang aktif atau sekitar 37% saja.

Dari sisi pembelian, jumlah item yang dibeli dalam setahun sekitar 22,500 item maka secara rata-rata setiap supplier mensupply 15 item per tahun atau sekitar 1 item per bulan.

Catatan: Figur diatas adalah berdasarkan perhitungan rata-rata, pada kenyataannya 80% item di supply oleh 20% supplier atau 18,000 item di supply oleh kurang dari 300 supplier saja.

Ada beberapa alasan kenapa kita menambah jumlah supplier

  1. Barang yang dibeli belum ada supplier yang mensupply
  2. Barang yang dibeli sudah ada supplier yang mensupply tetapi supplier tersebut tidak bagus kinerjanya atau harganya naik/mahal.
  3. Ada supplier yang menawarkan harga lebih murah atau spesifikasi lebih bagus
  4. Masalah cashflow sehingga perusahaan mencari supplier lain yang masih bisa dibayar dengan kredit 30/60/90 hari
  5. Titipan owner atau senior management

Apapun alasannya, bagian pembelian seharusnya menjadi filter untuk mengelola jumlah supplier yang terdaftar untuk mendukung operasional perusahaan. Dari waktu ke waktu harus ada kegiatan “bersih-bersih” database supplier. Untuk kegiatan bersih-bersih harus disepakati aturan mainnya misalnya sebagai berikut

  1. Prioritas  ke 1 untuk tetap disimpan dalam database adalah supplier OEM, supplier agen tunggal dan supplier politis ( titipan owner atau senior management)
  2. Prioritas ke 2 untuk tetap disimpan dalam database adalah supplier non OEM yang masih aktif bertransaksi 24 bulan terakhir
  3. Untuk supplier yang tidak ada transaksi dalam 24 terakhir dapat di non aktifkan artinya tidak masih disimpan dalam database tapi tidak bisa diundang tender

Keuntungan dari program bersih-bersih database supplier ini adalah untuk meningkatkan kekuatan negosiasi perusahaan dan keekonomisan pembelian ( bandingkan membeli 1000 item dari 100 supplier akan sangat berbeda dengan membeli 1000 item dari 10 supplier). Di samping itu akan lebih mudah mengelola 1000 supplier dibandingkan mengelola 4000 supplier.

Jadi jumlah supplier yang mendukung perusahaan kita perlu dikelola dengan baik dengan memperhatikan kebijakan perusahaan, kekuatan negosiasi dan keekonomisan nilai pembelian.